Berita: Kasus Dua Kontainer Sagulung Dihentikan, Publik Pertanyakan Transparansi Penegakan Hukum

Avatar photo
banner 120x600
banner 468x60

Batam. Keputusan Polresta Barelang menghentikan penyelidikan kasus sejumlah kontainer di Sagulung dengan alasan tidak ditemukan unsur pidana memicu tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Dalam gelar perkara yang turut dihadiri pejabat Polda Kepri, penyidik menyatakan bahwa dugaan pelanggaran tersebut hanya masuk ranah administratif kepabeanan.

Namun, kesimpulan itu dianggap janggal. Sejak awal penindakan, kontainer-kontainer tersebut diamankan aparat karena diduga terdapat ketidaksesuaian dokumen, perbedaan jenis barang, asal barang yang tidak jelas, hingga potensi penghindaran pembayaran bea masuk. Indikasi-indikasi tersebut seharusnya dapat mengarah pada pelanggaran pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 102 dan 103 UU Kepabeanan, yang menjerat pelaku penyelundupan serta pemberi keterangan palsu dalam dokumen pabean.

Kurangnya penjelasan rinci mengenai temuan dokumen, analisis penyidik, hingga sejauh mana keterlibatan Bea Cukai dalam pemeriksaan membuat publik mempertanyakan dasar penghentian kasus ini. Tidak sedikit pihak menduga bahwa keputusan tersebut berpotensi “dilembutkan” untuk menghindarkan pihak tertentu dari jerat hukum. Apalagi, Batam selama ini dikenal sebagai salah satu daerah rawan pelanggaran kepabeanan.

Tanpa transparansi yang memadai, penghentian penyelidikan justru menggerus kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum. Sejumlah aktivis, pemerhati kebijakan, dan tokoh masyarakat menilai kasus ini perlu diaudit ulang oleh Bea Cukai. Bahkan, jika ditemukan kejanggalan, ada desakan agar Mabes Polri turun tangan.

Kasus kontainer Sagulung kini menjadi sorotan dan simbol kekecewaan masyarakat terhadap dugaan ketidaktegasan penanganan pelanggaran kepabeanan. Publik menanti penjelasan yang lebih jujur, terbuka, dan berbasis fakta, bukan sekadar pernyataan bahwa tidak ada unsur pidana tanpa bukti yang dapat diuji.

banner 325x300