Sumut. Pada Senin, 28 Oktober 2024, ratusan masyarakat adat yang tergabung dalam koalisi percepatan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat Sumatera Utara menggelar demonstrasi di depan gedung DPRD Sumut. Aksi ini dihadiri oleh aktivis mahasiswa dan sejumlah organisasi non-pemerintah (NGO), yang memenuhi Jalan Imam Bonjol di sekitar lokasi.
Mangitua Ambarita, perwakilan dari lembaga adat Lamtoras Sihaporas, memimpin ritual adat dalam acara tersebut. Ia membentangkan tikar, mengenakan ulos di bahu dan kepala, serta menyiapkan daun-daunan dan kemenyan di mangkok dan piring. “Kami berdoa meminta dukungan leluhur dan Ompu Mula Jadi Nabolon supaya turut memperkuat perjuangan kami,” ungkap Mangitua.
Mangitua Ambarita juga merupakan korban kriminalisasi oleh pihak perusahaan PT TPL. Ia mengalami penangkapan pada tahun 2004, dan pada 22 Juli 2024, anaknya juga mengalami hal serupa.
“Saya sudah dua kali mengalami kriminalisasi, dipaksa bersalah dan dipenjara oleh TPL. Saya di kriminalisasi tahun 2004, dan anak saya Giofani ambarita juga merasakan hal yang sama pada tahun 2024 ini,, jadi secara batin saya sudah dua kali merasakan hal yang sama ” lanjut Mangitua.
Ketua Pengurus Harian AMAN Wilayah Tano Batak, Jhontoni Tarihoran, menekankan pentingnya segera disahkannya Peraturan Daerah (Perda) Masyarakat Adat di Sumatera Utara. Ia menegaskan, “Kriminalisasi terhadap masyarakat adat akhir-akhir ini semakin mencuat. Orang bisa diculik dan dikriminalisasi tanpa surat penangkapan.”
Menanggapi aksi tersebut, Ketua Fraksi Golkar DPRD Sumut, H. Aswin, menyatakan untuk menerima semua tuntutan dari massa. “Kami akan mempelajari semua tuntutan massa aksi dan membahasnya di internal Fraksi Golkar,” ucap Aswin.
Bendahara Fraksi Nasdem DPRD Sumut, Pdt. Berkat Kurniawan Laoli, S.Pd, juga mengungkapkan komitmen untuk membahas tuntutan massa aksi di internal fraksinya. “Kami akan menyampaikan semua tuntutan ini dan mendesak agar Perda Masyarakat Adat Sumatera Utara segera disahkan oleh DPRD Sumut. Kami akan menyampaikannya dalam rapat DPRD dan menyurati DPR RI,” tegas Laoli.
Laoli juga menekankan perlunya menindaklanjuti permohonan audiensi yang sebelumnya disampaikan oleh koalisi percepatan Perda Masyarakat Adat Sumut, dengan menawarkan pertemuan pada tanggal 6, 13, 20, dan 27 Oktober.
Aksi damai ini menunjukkan tekad masyarakat adat untuk memperjuangkan hak dan perlindungan yang mereka butuhkan, serta mengajak semua pihak untuk mendukung pengesahan Perda yang dianggap krusial bagi keberlangsungan masyarakat adat di Sumatera Utara.